Banyaknya
bencana yang terjadi dibelahan dunia membuat semua orang prihatin.
Mulai dari krisis air sampai pada pemanasan global. Semua itu cukup
untuk membuktikan bahwa alam sedang mengalami kerusakan. Penyebabnya
adalah tindakan manusia yang mengeksploitasi kekayaan alam secara
berlebihan.
Padahal,
Islam menegaskan bahwa semua manusia adalah penjaga bumi. Islam
memberikan banyak inspirasi dalam pengelolaan sumber daya alam. Sejak 14
abad yang lalu, Islam sudah mengajarkan umat untuk peduli kepada alam.
Karena Islam tidak hanya menaruh perhatian pada persoalan spiritual dan sosial, melainkan juga menginspirasi umat untuk peduli kepada alam.
Buku
bertajuk Greendeen; Inspirasi Islam dalam Menjaga dan Mengelola Alam
ini menjawab kegelisahan tersebut. Dengan menyuguhkan masalah dan solusi
terkait isu-isu lingkungan yang diambil dari al-Qur’an dan Hadis. Yakni
berupa prinsip yang didasarkan atas kesadaran menjalankan Islam seraya
berkomitmen kepada lingkungan.
Buku
setebal 318 halaman ini menyuguhkan kisah-kisah inspiratif, perjalanan
hidup penulisnya, ajakan gaya hidup Islami dan pemikiran terkait
kepeduliaan terhadap alam. Bahwa prinsip-prinsip pelestarian lingkungan
itu ada dalam Islam. Oleh sebab itu, Ibrahim Abdul-Matin menawarkan
konsep ‘Agama Hijau’ (greendeen) sebagai inspirasi mengelola alam.
Pria muslim berkulit hitam itu menguraikan kandungan ini sebanyak enam belas bab. Kemudian dikelompokkan dalam empat tema besar. Empat isu penting terkait lingkungan itu adalah energi, air, limbah dan makanan.
Penjelasan
mengenai ‘Agama Hijau’ (greendeen) terdapat dalam halaman 21 – 34
bagian awal buku ini. ‘Agama Hijau’ (greendeen) adalah agama yang
menuntut manusia untuk menerapkan Islam seraya menegaskan hubungan
integral antara keimanan dan lingkungan (seluruh semesta).
Di dalamnya dijelaskan bahwa ‘Agama Hijau’ (greendeen) dibangun atas enam prinsip yang saling
berkaitan. Prinsip pertama, memahami kesatuan Tuhan dan ciptaan-Nya
(tauhid). Hidup dengan cara ‘Agama Hijau’ (greendeen) berarti memahami
bahwa segala sesuatu berasal dari Allah.
Prinsip
kedua, melihat tanda-tanda (ayat) Tuhan di seluruh semesta. Hidup
mengikuti prinsip ‘Agama Hijau’ (greendeen) berarti melihat segala
sesuatu di alam ini sebagai tanda (ayat) keagungan Sang Pencipta.
Prinsip ketiga, menjadi penjaga (khalifah) bumi. Dengan prinsip ini
berarti memahami bahwa manusia harus melakukan apa pun untuk menjaga,
melindungi, dan mengelola semua karunia yang terkandung di dalam alam.
Prinsip
keempat, menghargai dan menunaikan kepercayaan (amanah) yang diberikan
Tuhan kepada umat manusia untuk menjadi pelindung planet
ini. Mengikuti prinsip ‘Agama Hijau’ (greendeen) berarti mengetahui
bahwa manusia dipercaya oleh Tuhan untuk bertindak sebagai pelindung
alam. Prinsip kelima, memperjuangkan keadilan (‘adl). Orang yang ingin
hidup mengikuti prinsip ‘Agama Hijau’ (greendeen) harus memahami bahwa
masyarakat yang tidak memiliki kekuatan politik dan ekonomi sering kali
harus menanggung efek negatif pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Prinsip
keenam, dan hidup selaras dengan alam (mizan). Segala sesuatu
diciptakan dalam keseimbangan yang sempurna (mizan). Upaya menghormati
keseimbangan itu dapat berupa memandang bumi sebagai masjid. Tatanan
hukum dan aturan dalam Islam bertujuan untuk menjaga keseimbangan ini.
Prinsip-prinsip itu adalah panduan yang menuntun untuk melestarikan
lingkungan (alam) berdasarkan inspirasi ‘Agama Hijau’ (greendeen).
Dengan
prinsip-prinsip ‘Agama Hijau’ (greendeen) di atas membuktikan bahwa
Islam mengajarkan cinta yang mendalam kepada alam. Sebab, mencintai alam
berarti mencintai diri kita dan mencintai Sang Pencipta. Hal itu
membuktikan bahwa Islam bersesuaian antara jalan ruhani dan ilmiah. Enam
prinsip itu juga dapat menjadi pondasi dalam mencegah krisis lingkungan
yang berlandaskan asas agama Islam.
Dengan
perspektif ‘Agama Hijau’ (greendeen) manusia akan memiliki kesadaran
dan berpandangan bahwa bumi adalah masjid. Bumi adalah masjid merupakan cara
lain untuk mengatakan bahwa manusia merupakan bagian dari struktur
penciptaan yang menakjubkan. Maka, semua yang ada di dalamnya suci.
(hal. 19). Hal ini berdasarkan Hadis Nabi saw. yang berbunyi, “Di mana
pun kamu berada saat waktu shalat tiba, kerjakanlah shalat. Sebab, bumi
ini adalah masjid.”
Begitu
juga dalam memandang dan memanfaatkan sumber daya air. Air adalah
medium pemahaman, keimanan, dan kebijaksanaan. Air sekaligus menjadi
sarana penting untuk mengamalkan Islam. Air memiliki peran yang sangat
fundamental dalam Islam. Salah satu syarat sah shalat adalah kesucian
fisik dengan air. (hal. 178).
Dengan
hal itu, Ibrahim menekankan bahwa pemerintah seharusnya bertanggung
jawab atas pengelolaan air. Di antara langkah penting untuk mengelola
air dengan baik adalah memperbiki jalur distribusi air sehingga
benar-benar terjamin kebersihannya. Karena akses terhadap air merupakan
kunci kebahagiaan bagi setiap orang. (hal. 185).
Ibrahim
mengemukakan beberapa contoh personal maupun komunitas dalam menerapkan
‘Agama Hijau’ (greendeen). Misalnya, dia mengemukakan bahwa ada
sebuah kmunitas muslim yang hidup sepenuhnya tanpa jaringan listrik di
Chiapas, Meksiko. Pengalaman menuntun mereka memegang prinsip-prinsip
‘Agama Hijau’ (greendeen) dengan cara mengekspresikan keimanan yang
bersesuaian dengan cintanya kepada planet ini dan kepada Tuhan. (hal.
171).
Buku
yang diterbitkan dan diterjemahkan oleh Penerbit Zaman ini
menggambarkan pengalaman hidup Ibrahim dan muslim Amerika dalam
mengamalkan ‘Agama Hijau’ (greendeen). Selain untuk warga Amerika, buku
ini juga dapat memberikan inspirasi dan membuka horizon dalam mengelola
alam di negara-negara berkembang dan atau mayoritas beragama Islam,
seperti Indonesia.
Karena
di dalamnya tidak hanya menawarkan solusi dan alternatif dalam menjaga
dan pengelolaan lingkungan. Buku ini juga menyadarkan kita dari budaya
konsumerisme. Uraiannya juga membuktikan bahwa Islam memiliki
keberpihakan dalam mengupayakan ‘Agama Hijau’ (greendeen). Hal ini jelas
tertera dalam al-Qur’an dan Hadis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar